Dapat dipastikan bahwa sumber konflik akan berbeda dari satu pesantren ke pesantren lain, tergantung kompleksitas masalah yang mereka hadapi. Begitu pula setiap kyai atau pengasuh pesantren memiliki gayanya sendiri dalam mengelola konflik. Akan tetapi secara umum untuk mengelola konflik dapat digunakan beberapa pendekatan alternatif, sebagaimana dipaparkan berikut.
a.Pendekatan struktural, di mana setiap penanganan konflik harus dikembalikan kepada rantai komando organisasi pesantren. Oleh karena itu, sebaiknya struktur organisasi pesantren dirancang sedemikian rupa sehingga semua individu, kelompok, dan unit organisasi memiliki atasan langsung yang bertanggungjawab, yang telah ditunjuk oleh pengasuh utama (Kyai)
b.Pendekatan kelompok, di mana kelompok yang lebih dominant memprakarsai penyelesaian konflik dengan menyiapkan solusi yang dapat diterima semua komponen pesantren. Kelompok di pesantren dapat berupa: dewan ustadz, pengurus pesantren, pengurus organisasi santri, pengurus seni budaya, dan sebagainya.
c.Bargaining antar pelaku konflik (competitor), dimana setiap konflik dibawa ke dalam suatu musyawarah untuk mencari pemecahan yang tepat. Biasanya jenis penanganan ini menonjolkan negosiasi-negosiasi untuk menghasilkan kompromi-kompromi. Maka jelaslah bahwa pendekatan bargaining menuntut mereka yang terlibat konflik untuk rela kehilangan sesuatu demi memperoleh penyelesaian yang paling bijak. Oleh karena itulah strategi ini nampaknya sangat tepat diterapkan di dunia pesantren salafiah, mengingat di dalamnya telah ditanamkan nilai-nilai moral dan etik untuk saling menghargai, mengalah, mengedepankan ukhuwwah islamiyyah, dan sebagainya.
d.Merubah hubungan organisasional. Misalnya, dalam banyak hal tata organisasi pesantren dipandang tidak berfungsi dan bahkan menimbulkan keresahan, permasalahan dan perdebatan yang berlarut, sehingga menimbulkan konflik. Maka penanganannya dapat melalui penataan kembali organisasi pesantren (restrukturisasi).
e.Pendekatan pemecahan masalah. Pendekatan ini lebih memfokus kepada kontroversi itu sendiri dan tidak ada keperpihakan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan kata lain, pendekatan ini memfokus kepada isu bukan kepribadian pelaku konflik, kedua belah pihak tatap terikat dalam tujuan yang sama yakni mencari solusi yang menguntungkan bersama. Dalam budaya masyarakat kita, pendekatan ini identik dengan metode pemecahan saling menang (win-win solutions), bukan metode pemecahan menang-kalah (win-lose solution) atau bukan pula metode pemecahan saling kalah (lose-lose solution).
f.Meningkatkan komunikasi antar unit. Dalam organisasi pesantren terdapat unit-unit organisasi yang biasa merancang dan melaksanakan program sendiri-sendiri. Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi antar unit tersebut perlu dibangun dan dikembangan hubungan departemental yang kuat.
Diambil Dari buku Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global
oleh : Prof. Dr. H. Moh. Khusnuridlo, MPd
Jumat, 21 Mei 2010
di
22.42
Diposting oleh
Akhmad Rifqi Azis
Archivado en: