Sisi paling lemah dalam managemen pesantren tradisional adalaf fungsi kaderisasi. Biasanya kaderisasi dilakukan dengan metode “imitasi”, artinya santri yang dianggap mampu dan terpilih dikutkan dalam proses kegiatan pesantren yang dilakukan oleh para seniornya. Harapannya para santri kader tersebut dapat menyerap kapasitas keilmuan dan prilaku yang dilakukan oleh para senior yang diikutinya. Namun demikian dalam kenyataan banyak terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang ada. Para santri kader sebagian kurang dapat memenuhi harapan pengkaderan tersebut. Banyak santri yang tidak dapat memenuhi harapan terseebut, sehingga semakin lama kualitaspesantren tersebut semakin menurun deiring dengan estafet pada jader yang baru.
Sistem kaderisasi tradisional tersebut tidak dapat dibiarkan berjalan terus menerus tanpa adanya pembenahan. Sebab bila sistem tersebut dibiarkan keberadaan pesantren akan kurang bisa mengapresiasi tuntutan masyarakat yang semakin lama seemakin menuntut kualitas yang lebih tinggi. Idealnya memang kondisi saat ini harus lebih baik dari pada kondisi sebelumnya. Tuntutan yang demikian itu harus disambut dengan melakukan reorientasi dalam sistem kaderisasi di pesantren dengan menerapkan sistem kaderisasi modern yang didukung dengan pendekatan rasional ilmiah tanpa mengorbankan nilai-nilai luhur pesantren yang selama ini dijunjung tinggi.
Langkah-langkah kaderisasi modern tersebut antara lain melalui tahapan aktivitas sebagai berikut:
1)Seleksi kader potensial sejak dini. Seleksi ini menyangkut, baik kemampuan akademis, maupun kualitas kepribadian, dan kemampuan komunikasi sosialnya.
2)Pendidikan umum dan pendidikan khusus yang menunjang kebutuhan kader untuk melaksanakan tugas di masa yang akan datang di pesantren.
3)Evaluasi bertahap, baik yang menyangkut kemampuan personal akademik, maupun sosialnya.
4)Pendidikan remedial bagi santri kader yang mengalami ketertinggalan dalam proses pendiddikan yang ditargetkan.
5)Praktek magang, untuk mempraktekkan hasil-hasil pendidikan kader yang telah diterima.
6)Sertifikasi kader untuk menentukan apakah seorang kader telah memenuhi target ditetapkan atau masih belum.
Untuk memenuhi harapan-harapan di atas pesantren mengembangkan fungsi pesaantren secara eksplisit, di samping sebagai pusat pendidikan dan pengajaran, juga sebagai penyiapan kader. Khusus mengenai fungsi terakhir ini, pesantren dapat melakukan kerjasama dengan pihak terkait, baik dengan sesaama pesantren, instansi pemerintah, maupun LSM.
Diambil Dari buku Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global
oleh : Prof. Dr. H. Moh. Khusnuridlo, MPd
Jumat, 21 Mei 2010
di
22.35
Diposting oleh
Akhmad Rifqi Azis
Archivado en: