Jumat, 21 Mei 2010

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru Pesantren

Berdasarkan hasil resrtukturisasi guru di atas, akan dapat diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan peningkatan mutu guru secara tepat. Misalnya, guru bidang apa yang dinilai paling kurang dan perlu ditingkatkan kemampuannya. Oleh karena itu, untuk memenuhi tuntutan komunitas pesantren semakin meningkat, maka sudah sepantasnya pengasuh pesantren memikirkan upaya peningkatan kualitas para guru dan staf lain di dalamnya. Upaya ini dimaksudkan agar segala tugas yang diberikan kepada mereka menghasilkan kesuksesan yang maksimal. Upaya ini juga penting, mengingat rekruitmen guru di pesantren biasanya tidak didasarkan kepada program pre-service sebagaimana dalam sistem persekolahan (sekolah-sekolah formal) sehingga dipandang masih memerlukan wawasan-wawasan dan keterampilan baru yang actual. Misalnya, guru pesantren salafiah penyelenggara Wajar Dikdas 9 Tahun perlu menambah wawasan tentang kurikulum dan metode belajar mengajar jika mereka bukan sarjana atau ahli pendidikan.
Sebagaimana di dunia pendidikan formal, program peningkatan dan pengembangan guru dapat dilakukan dengan banyak pendekatan, termasuk: program pelatihan in-service formal (formal in-service training programs), studi lanjut, dan belajar ditempat kerja secara informal (informal on-the-job learning) atau bahkan melalui bentuk kegiatan-kegiatan ilmiah sederhana, seperti seminar (halaqoh). Cara-cara ini dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi yang mendukung dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Bagaimanapun, sejak dimasukkannya pendidikan pesantren dalam GBHN, lembaga ini berhak untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah sebagaimana satuan pendidikan yang lain sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional; di lingkungan Depag pesantren ditangani secara khusus oleh Direktorat Pekapontren. Hanya saja “promosi” pendidikan pesantren ke dalam sistem pendidikan nasional ini belum banyak disadari oleh para pengasuh pesantren kita. Sebagai indikatornya, banyak kebijakan Pekapontren dan Depdiknas yang belum diketahui oleh mereka, kecuali oleh pesantren-pesantren terkenal atau besar.
Dari indikator tersebut, Pekapontren perlu meningkatkan peran dan fungsinya dalam rangka pembinaan pesantren, khususnya dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dipercayakan kepada Depag RI. Setidaknya Pekapontren mendesain pola manajemen sistem informasi pesantren yang efektif agar bermanfaat untuk pemberdayaan pesantren. Berbagai bentuk seminar dan lokakarya (workshop) tentang pesantren perlu terus dikembangkan, namun harus didasarkan kepada hasil kebutuhan yang tepat sehingga dapat masalah-masalah prioritas yang harus segera ditangani.
Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar pada Pondok Pesantren Salafiah sebagai kebijakan Dirjen Bagais Depag merupakan salah satu contoh kasus, dimana banyak pesantren salafiah yang belum mendapatkan informasi, lebih-lebih melaksanakannya. Padahal, secara sosio-ekonomis mereka sangat berperan untuk mensukseskan program tersebut. Atas penyelenggaraan program ini pula, Depag RI hendaknya menunjukkan tanggungjawabnya dengan menyiapkan guru atau melatih guru pesantren yang ada dalam meningkatkan perofesionalisme mereka.
Sebaliknya, pengasuh pesantren hendaknya aktif menggali informasi ke instansi terkait, sekaligus menjalin kerjasama untuk meningkatkan mutu para gurunya. Tentu hal ini, tidak mudah sebagaimana yang kita harapkan, mengingat kehadiran gagasan inovatif atau reformasi pendidikan ke dalam pesantren sering direspon oleh pengasuh pesasntren secara negatif, karena dianggap merongrong ciri khas pesantren. Dengan kata lain, di dalam pesantren masih terdapat faktor-faktor resistensi yang perlu dicermati oleh Depag untuk dapat melakukan reformasi pesantren secara optimal.

RSS Digg Twitter StumbleUpon Delicious Technorati